Mereka benar-benar membawaku ke
pantai. Membayangkan semilir angin dan suara deburan ombak saja, membuat hatiku
damai, apalagi sekarang aku berada di sini. Aku memang suka sekali pantai,
terlepas dari kenangan pahit enam bulan lalu bersama Hyden, karena di pantai
inilah ia mengatakan perasaannya padaku, perasaannya yang hanya menganggapku
tak lebih dari sekedar sahabat.
Keyna menyodorkan ikan giant trevally bakar kepadaku. Ikan
ini enak sekali. Kami selalu membakar ikan ini ketika bermalam di pantai.
Memang sih ikan yang kami bakar ini tidak sebesar yang ditangkap
pemancing-pemancing professional
seperti yang ditayangkan di tv, ini adalah giant
trevally
kecil yang ditangkap oleh para nelayan dan dijual di pasar ikan. Mereka
menyebutnya dengan ikan kuwe. Aku menerima ikan yang disodorkan Keyna dengan
senyum lebar karena sudah kelaparan sejak tadi. Aku melirik jam tangan. Sudah
tengah malam. Pantas saja pantai jadi sepi.
Menjelang tengah malam, deburan
ombak tidak lagi terdengar. Angin yang biasanya kencang pun tidak terasa. Nanti
menjelang pagi, baru aktifitas pantai kembali dengan normal, dengan angin
kencangnya, dengan suara gemuruh ombak yang bagiku bagai nyanyian malaikat
sorga.
“Kenapa dari tadi kau diam saja,
Faith? Kau tidak suka bersama kami?” tanya Leo yang sedang memainkan gitar di sebelahku.
Aku mencebik ke arahnya.
“Huhh,
kalian kan sudah menculikku. Lalu aku harus senang diculik
begitu? Mana aku tidak membawa kamera, tidak membawa ponsel. Lalu bagaimana aku
foto-fotonya?” aku merengut ke arah Leo. Dia terbahak-bahak.
“Kau selalu menghindar sihh, makanya kita
menculikmu,” jelasnya kemudian.
Aku mendengus kesal. Tetapi dalam
hati, aku berterima kasih kepada mereka. Aku memang butuh refreshing. Biasanya kalau pikiranku sedang penuh, kehilangan ide
dan lain sebagainya, aku selalu menyeret Hyden untuk menemaniku refreshing. Tapi enam bulan ini, aku
tidak bisa melakukannya lagi. Sedangkan pikiranku sudah diambang batas
normalnya, butuh pelepasan, butuh refreshing.
“Pakai saja ponselku untuk
foto-foto.” Tiba-tiba Hyden mengulurkan smartphone-nya.
Ia bersikap seperti biasanya.
Aku memandang dia dengan skeptis. Bagaimana
ia bisa bersikap biasa saja, sedangkan ia telah melukai perasaanku sebelumnya? Tidak
mendapat responku, ia hanya angkat bahu lalu kembali memasukkan smartphone-nya ke dalam saku.
Nikki yang dari tadi melihat adegan
itu tertawa terbahak-bahak, disusul ketiga temanku lainnya, Leo, Joshua dan
Keyna, sementara Hyden memasang tampang cuek. Aku juga bersikap seolah-olah tidak peduli, masih saja menikmati
hasil bakaran Keyna yang sedikit gosong, kemudian menyesap cokelat panas yang
disodorkan Nikki.
Rasa hangat menenangkan memenuhi
perasaanku. Sudah lama sekali aku tidak menikmati kehangatan bersama para
sahabatku ini….
Ternyata, memang ego yang membuatku
jauh dari mereka. Harga diriku terlalu tinggi untuk kembali bersama mereka.
Apalagi kalau bukan Hyden alasannya. Aku sebenarnya hanya malu pada mereka,
ketika mereka mengetahui perasaan lebihku pada Hyden. Sebenarnya mereka tidak
mempermasalahkan atau menyinggung-nyinggung masalah itu hingga kini. Mereka
tetap bersikap seperti biasanya. Tapi, harga diriku yang tinggi serta rasa
sakit yang begitu menggores hati ini membuatku merasa tidak perlu bersama
mereka lagi.
Padahal aku begitu merindukan
kebersamaan ini,
terutama merindukan Hyden dengan segala perhatian dan kasih sayangnya padaku.
Bisakah kau bayangkan perasaanku saat tiba-tiba melihat jurang pemisah yang
tidak dapat tergapai antara aku dan Hyden? Dia memang tetap bersikap seperti
biasa, tetapi aku yang membuat jurang pemisah itu. Aku yang membuat
persahabatanku dengannya menjadi renggang. Bagaimana aku bisa bersikap biasa
saja padanya sedangkan perasaanku padanya memang tidak biasa?
Aku menatap sahabat-sahabatku satu
persatu, dan terakhir, ketika aku menatap Hyden, dia sedang balik menatapku. Mata
kami beradu. Sekilas aku merasakan tatapannya begitu menderita saat menatapku. Cepat
aku mengalihkan pandangan darinya. Aku tidak bisa lama-lama memandang mata
teduhnya.
lanjutkan
lanjutkan
0 komentar:
Posting Komentar