Pedih yang Kembali #5

Aku terpaku ketika melihat sosok Reyhan di kafe ini, tengah duduk di tempat reservasi atas namaku. Ia bersama seorang perempuan. Aku menatap Keyna. Tidak kusangka Keyna juga menatapku. Tatapannya mengisyaratkan ia juga tidak tahu apa-apa.
“Kita pergi saja,” usul Keyna sambil menahan tanganku.
“Sudahlah … bukankah kita harus profesional?” Aku menghela nafas panjang, mengatur debar jantungku yang semakin meningkat.
“Kenapa Vira terima orderan dari dia sih? Kenapa bisa kecolongan begini?” Keyna terlihat gusar.
“Bukan salahnya. Meeting kita atas nama Frissa, kan? Bukan Reyhan. Tidak apa-apa, Keyna. Aku janji akan menguasai diriku. Everything gonna be oke. I promise you.” Aku berusaha meyakinkan Keyna. Ia hanya mendesah pasrah kemudian melanjutkan langkahnya menuju meja reservasi itu.
“Sudah lama menunggu?” Keyna memamerkan senyum palsunya disambut senyuman dari kedua orang yang sedang duduk berdampingan itu.
“Tidak. Kami juga baru sampai lima menit yang lalu,” jawab perempuan yang berada di samping Reyhan dengan lembut.
“Panggil saya Keyna. Dan ini Faith,” ucapnya pada perempuan itu. Ia membalas jabat tangan Keyna dan mengulurkan tangan padaku,
“Frissa,” ucapnya.
Aku membalas jabat tangannya, kemudian menatap perempuan di depanku ini. Dia biasa saja. Tampak tidak istimewa di mataku. Cantiknya relatif, seperti perempuan pada umumnya. Tapi matanya memancarkan kelembutan dan dia sopan. Sungguh tidak pantas bersanding dengan seorang Reyhan yang berengsek.
“Faith.”
“Dan kalian pasti sudah kenal dengan Reyhan,kan? Reyhan mengatakan kalian sudah saling kenal. Aku sudah melihat portofolio di websitemu. Karyamu sungguh istimewa Faith,” ujar Frissa lembut.
Aku melihat inner beauty yang kuat dalam diri Frissa. Meski pun tampak seperti perempuan biasa, ia sangat menarik perhatian. Baru sebentar aku bertemu dengannya saja aku sudah bisa melihat aura yang mempesona itu. Pantas saja Reyhan jatuh cinta padanya. Sayang sekali jika ia mendapatkan pasangan seperti Reyhan.
“Terima kasih. Bisa kita mulai meeting kita?” timpalku tanpa basa-basi. Frissa mengangguk.
Aku mengkode Freddie, salah satu pengurus kafe ini untuk memesan menu. Ia segera menghampiri meja kami dengan buku menu di tangannya.
“Saya merekomendasikan Marschoco di sini. Tetapi, jika kalian punya pilihan lain, silakan,” ujarku basa-basi.
“Aku cappuccino latte saja,” ujar Frissa. Pesanannya dicatat oleh Freddie.
“Aku sama dengannya,” tambah Reyhan.
“Seperti biasa, miss?” tanya Freddie sambil tersenyum lebar. Aku menyeringai.
“Tentu saja. Kau juga kan, Keyna?” Keyna mengangguk asal. Ia sedang mengeluarkan notebooknya
“Baiklah,” jawab Freddie. Ia tersenyum dan berlalu.
Meeting kali ini lebih didominasi oleh Keyna. Ia yang lebih banyak menanyakan dan memberikan solusi tentang konsep yang mereka inginkan. Aku hanya sesekali menambahkan jika ada yang terlewat. Aku hampir tidak bisa konsentrasi pada meeting ini karena menemukan fakta-fakta baru tentang hubungan Reyhan dan Frissa. Mereka sudah berpacaran selama hampir delapan tahun. Frissa sempat kuliah dan tinggal di Amerika beberapa tahun dan sekarang ia menetap di kota ini.
Jadi, selama ini, Reyhan menduakan gadis ini? Dan aku hanya salah satu selingkuhannya?? Oh Tuhan ... aku berusaha untuk tidak meledakkan emosi di sini. Profesional Faith, aku harus profesional, aku merapalkan kata-kata itu di dalam hati seperti mantra agar aku tidak lepas kendali.
Aku hampir terlonjak kaget saat merasakan seseorang merengkuh bahuku dan berbisik pelan,
“Aku di sini. Tenanglah, everything will be okey.”
Aku mendongak, menatap wajah lelaki paling dewasa di antara keempat sahabatku. Nikki. Bagaimana ia bisa sampai di sini? Aku menatap Keyna sekilas, Keyna hanya tersenyum simpul, menyadarkanku bahwa ia yang menghubungi Nikki. Aku menyunggingkan senyum pada Nikki, seakan mengatakan aku baik-baik saja.
“Apakah aku mengganggu meeting kalian?” tanya Nikki. Ia menyunggingkan senyum padaku, lalu terlihat sekilas ia menatap dingin pada Reyhan. Dan sudah kuduga, Reyhan terlihat salah tingkah mendapatkan pandangan dingin dari Nikki.
“Apa kabar, Nikki?” Reyhan menyunggingkan senyum kaku.
“Seperti yang kau lihat,” jawab Nikki acuh. Aku menelan ludah mendengar percakapan dua lelaki di hadapanku ini. Aku tahu Nikki adalah orang yang mampu menahan emosi, tapi ia tipe orang yang bisa mendominasi orang lain sehingga lawan bicaranya akan merasa terintimidasi. Dan sepertinya ia dapat mengintimidasi Reyhan dengan tatapannya.
“Berarti semua sudah fix ya. Tinggal tunggu waktu pemotretannya. Ada yang lain, yang ingin kalian tanyakan?” Keyna menutup notebooknya lalu menatap Reyhan dan Frissa bergantian, berusaha mengalihkan suasana kaku yang baru saja terjadi.
“Kurasa sudah cukup jelas,” jawab Reyhan cepat. Sepertinya ia ingin cepat-cepat menghilang dari hadapan Nikki.
“Kalau begitu, kita bertemu di pemotretan satu minggu lagi. Oya, tagihan di kafe ini juga sudah termasuk paket yang kalian ambil, jadi, kami yang akan membayarnya,” ujarku sambil bangkit berdiri disusul Keyna dan Nikki.
“Kalau kalian masih ingin menambah sesuatu katakan saja pada pelayan di sana. Kami permisi dulu,” tambahku lalu menjabat tangan Reyhan dan Frissa bergantian. Nikki merangkulku keluar dari kafe.
“Kau hebat, kau bisa bersikap profesional, Faith. Kalau saja ini bukan meeting pekerjaanmu, aku pasti akan menghabisi lelaki itu sekarang juga,” bisiknya saat ia melihat wajahku yang merah menahan emosi.
“Andai saja aku tidak mengingat dia itu klien kita, aku sudah memaki-makinya dan membeberkan perselingkuhannya itu. Biar saja ia batal menikah. Aku benar-benar tidak habis pikir, bisa-bisanya ia mempermainkan perempuan seperti itu.” Mata Keyna berapi-api.
“Perselingkuhan?” Nikki melirik Keyna lalu menatapku penuh ingin tahu.
“Berita seperti apa lagi yang kalian temukan di sana?” tanya Nikki terdengar sinis.
“Kau tahu, kekasih Reyhan itu bercerita kalo mereka itu berpacaran sudah hampir delapan tahun. Itu berarti kan ... selama ini …” Keyna tidak melanjutkan kata-katanya. Ia memandangku iba.
“Ternyata aku hanya salah seorang selingkuhannya.” Aku melanjutkan kata-kata Keyna dengan frustasi.
“Keyna, Faith akan ikut denganku. Kau bawa saja mobil Faith,” ucap Nikki pada Keyna, seakan tidak mempedulikan ucapanku barusan. Sepertinya Nikki tidak ingin membahas masalah ini lagi.
“Baiklah.” Keyna mengangguk, lalu meminta kunci mobilku. Aku memberikannya lalu mengikuti Nikki menuju mobilnya.
“Jangan katakan apa pun pada Hyden, oke?” Aku setengah merajuk pada Nikki setelah ia menjalankan mobilnya.
“Sayangnya, dia sudah tahu.”
“Lalu?”
“Tentu saja dia marah besar. Katanya, ia mau menghabisi Reyhan saat itu juga. Sayangnya, sekarang ia sedang berada di perjalanan bersama travel agennya. Lagi pula, kau sudah pernah melarangnya berurusan dengan Reyhan. Kurasa ia butuh banyak waktu untuk menenangkan diri sebelum bertemu denganmu. Kau tahu dia sangat temperamental. Ia sulit mengendalikan diri ketika sedang emosi. Sebenarnya, dia itu perhatian padamu, Faith. Dia tidak mau kau terluka. Dia sayang padamu sama seperti kami menyayangimu. Ayolah, jangan menghukum dia seperti ini. Kasihan dia,” ujar Nikki sungguh-sungguh.
“Menghukum apa? Siapa menghukum siapa, maksudmu?” Aku mendengus pelan.
“Sikapmu padanya. Kadang tidak ingin bertemu dengannya, kadang tidak ingin ditinggal olehnya. Bukan kau saja yang merasa bersalah dengan keadaan ini, Faith. Dia lebih merasa bersalah padamu. Kau tahu kan, cinta tidak bisa dipaksakan, jadi….” Nikki memandangku dengan wajah innocentnya.
“Aku tidak pernah memaksanya, kau tahu itu. Aku pun sedang berusaha menata hatiku. Berusaha mengkikis rasa itu dari hatiku. Bukan aku tidak ingin bertemu dengannya. Kau tahu, aku pun tidak bisa mengendalikan diri jika bersamanya. Seperti kemarin itu. Aku juga tidak ingin seperti itu.” Aku mengalihkan pandangan mataku agar tidak terlihat oleh Nikki. Aku tidak ingin Nikki melihat rasa sakit yang kurasakan sekarang.
 “Sudahlah, aku sedang tidak ingin membahasnya,” tambahku sambil menatap pemandangan di luar jendela mobil Nikki.
“Faith,
Aku mengalihkan pandanganku ke arah Nikki dengan tatapan malas. Aku tahu setelah ini Nikki tidak akan berkomentar apa pun karena saat aku menatapnya seperti itu, Nikki tahu aku sedang benar-benar tidak ingin membahas apa pun dengannya. Dan tepat seperti dugaanku, ia menghela nafas panjang dan tidak bersuara lagi di sepanjang perjalanan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

PIEXAWORLD Published @ 2014 by Ipietoon